Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan pekerjaan informal karena tidak memiliki perlindungan sosial atau tidak memiliki status hukum penuh.  Dengan begitu PRT seringkali tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja. Mereka kerap dibayar murah dan dibebani jam kerja lebih dari 12 jam per hari. Selain itu, PRT juga tidak mendapatkan hari libur, bahkan kerap mendapatkan kekerasan verbal dan nonverbal.

Organisasi masyarakat sipil seperti Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Komnas Perempuan, dan Serikat PRT yaitu SPRT Tunas Mulia Yogyakarta, Sapulidi Jakarta, SPRT Merdeka Semarang yang telah bahu-membahu memperjuangkan hak-hak PRT selama ini. Mulai dari mengorganisasi PRT untuk gabung dalam serikat hingga berkampanye melalui media sosial hingga advokasi-advokasi di lembaga pemerintahan.

Tidak adanya perlindungan hukum yang penuh menjadikan PRT sangat rentan akan kekerasan. Persentase kekerasan yang dialami pun terus meningkat. International Labour Organization (ILO) menyebutkan, jumlah PRT pada 2015 berjumlah sekitar 4,2 juta yang didominasi oleh perempuan. Kemudian Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) melaporkan terdapat 2.641 kasus terjadi dalam rentang tahun 2018-2023. Bentuk kekerasan yang dialami adalah kekerasan fisik, psikis, hingga ekonomi dalam situasi bekerja.

Dari data tersebut, bisa kita lihat absennya perlindungan hukum terhadap PRT. Terhitung dari tahun 2004, Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT tidak kunjung disahkan juga. RUU-PPRT ini diusulkan untuk melindungi pekerja rumah tangga dan mengakui pekerja rumah tangga sebagai pekerja, sehingga mereka bisa mendapatkan haknya sebagai pekerja.

Hak PRT yang ada di RUU-PPRT adalah:

  1. Pengakuan atas pekerjaan rumah tangga yaitu dengan diakuinya sebagai pekerja dan ada landasan hukum yang jelas, sehingga ada aturan yang mengatur kewajiban dan hak PRT yang harus dilaksanakan oleh PRT dan pemberi kerja/majikan, bisa menjadi rujukan hukum apabila ada sengketa antara pemberi kerja dan PRT.
  2. Upah yang sesuai dengan upah minimum kota/provinsi tempat di mana PRT bekerja dan berlaku lebih jika PRT tinggal di rumah pemberi kerja.
  3. Jam kerja yang jelas untuk PRT, maksimal 8 jam kerja dan apabila PRT bekerja lebih dari 8 jam maka pemberi kerja harus memberikan upah lembur yang disepakati oleh pemberi kerja dan pekerja rumah tangga.
  4. Deskripsi pekerjaan yang jelas dan rinci sehingga PRT bekerja sesuai dengan deskripsi kontrak yang sesuai.
  5. Kontrak kerja yang berlandaskan hukum dan disepakati oleh kedua belah pihak antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga. Apabila terjadi sengketa antara kedua belah pihak, dapat diselesaikan dengan landasan hukum yang berlaku.
  6. Hari libur dan cuti: PRT berhak mendapatkan libur 1 kali dalam seminggu dan cuti 12 hari dalam setahun, PRT juga berhak libur di tanggal merah dan libur nasional. Apabila PRT bekerja pada hari libur, maka pemberi kerja berhak membayar penuh upah 1 hari bekerja.
  7. Tunjangan Hari Raya (THR): PRT berhak mendapatkan THR sesuai dengan agama/kepercayaan masing-masing dengan jumlah sekurang-kurangnya 1 kali gaji.
  8. Jaminan Sosial: PRT berhak mendapatkan jaminan kesehatan (PBIJK) dan juga jaminan ketenagakerjaan yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
  9. Pendidikan dan pPelatihan: PRT berhak mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang baik untuk menunjang keterampilan dan kemampuan PRT.
  10. PRT juga berhak mendapatkan fasilitas tempat tinggal yang layak dan sehat apabila PRT tinggal di rumah pemberi kerja, seperti kamar yang sehat dan bersih, makan 3 kali dalam sehari, pembalut, alat mandi, dan juga obat-obatan.
  11. Usia kerja: Batas usia bekerja yaitu minimal 18 tahun dan butuh masa peralihan.

            Berdasarkan uraian di atas, hak PRT perlu diberikan secara utuh agar PRT mendapatkan haknya sebagai pekerja. Terutama mengenai payung hukum yang jelas berupa peraturan perundang-undangan khusus yang membahas mengenai PRT dan hubungannya dengan pekerjaan rumah tangga. Upaya ini untuk menekan angka kekerasaan yang terjadi pada PRT.

            Komnas Perempuan dan organisasi masyarakat sipil telah melakukan advokasi RUU-PPRT ke DPR agar kunjung disahkan, namun sudah 20 tahun RUU-PPRT ini mandek dan tidak ada pembahasan lebih lanjut. Kampanye yang dilakukan melalui media sosial sudah menjangkau banyak kalangan sehingga banyak masyarakat yang akhirnya juga ikut mendukung dan mendesak agar RUU-PPRT ini segera disahkan demi kesejahteraan PRT.

Upaya tersebut akan sulit terwujud tanpa dukungan dari banyak pihak yang terlibat dalam advokasi dan kampanye RUU-PPRT. Maka dukungan dan advokasi mesti dilakukan terus-menerus hingga RUU-PPRT disahkan.

Pekerja Rumah Tangga adalah pekerja yang sama seperti pekerja-pekerja profesional lainnya. Namun PRT sering tidak terlihat, padahal PRT sangat esensial dalam kehidupan kita sehari-hari. RUU-PPRT bukan hanya sebuah langkah maju untuk memberikan hak-hak dasar yang layak untuk PRT tapi juga sebuah cerminan dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang kita anut sebagai sebuah bangsa yang bermartabat.

Dengan mendukung dan mengadvokasi RUU-PPRT, kita turut memastikan bahwa para Pekerja Rumah Tangga bisa mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, serta kondisi kerja yang aman dan adil. Mari bersama berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak PRT demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan lebih adil bagi semua.

Referensi:

  1. https://www.ilo.org/sites/default/files/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/presentation/wcms_553078.pdf
  2. “Siaran Pers.” Komnas Perempuan | Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan,komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-mendorong-pengesahan-ruu-pprt.

Profil Singkat:Dita Nirmala Sari, Pekerja Rumah Tangga yang aktif memperjuangkan pengesahaan RUU-PPRT, aktif dalam gerakan penghapusan kekerasaan berbasis gender. Hobi memasak dan pecinta binatang.

Tinggalkan komentar

Sedang Tren