Sebenarnya aku sudah lama sekali membeli buku Paulo Coelho berjudul Adultery (SELINGKUH—edisi Bahasa Indonesia), tetapi benar-benar baru kemarin aku membacanya. Aku hanya membutuhkan waktu 3 hari saja, Senin, Rabu, dan Kamis, itu juga tidak sepanjang hari membacanya. Alasan aku tiba-tiba ingin membacanya karena pada Senin pagi di timeline Facebook-ku, aku membaca postingan seorang teman yang memberikan ulasan positif terhadap buku tersebut. Hanya beberapa kalimat, namun langsung berhasil membuatku ingin membacanya.
Aku ingin membaca edisi Bahasa Inggris, tapi yang kupunya hanya edisi Bahasa Indonesia yang ada di rak buku, lantas aku malas kalau harus nyari dulu di Periplus (belum tentu ada juga) dan kelamaan kalau harus beli online, jadi aku memutuskan membaca edisi Bahasa Indonesia saja, dan 315 halaman dengan ukuran huruf kecil, selesai hanya dalam waktu singkat.
Buku ini bercerita tentang Linda, seorang perempuan berusia pertengahan 30-an yang hidup di salah satu kota paling aman dan paling indah di dunia, Jenewa, Swiss. Linda memiliki perkawinan yang bahagia dengan suami yang baik dan sangat mencintai dia, serta 2 orang anak yang sedang lucu-lucunya. Keluarganya juga hidup dalam kepemilikan materi yang berlimpah. Tidak hanya itu, Linda memiliki karir yang sukses, sesuai dengan passion-nya. Ia adalah seorang jurnalis di surat kabar paling bergengsi di kota itu. Dalam menjalankan pekerjaannya, Linda banyak bertemu dengan orang-orang baru yang menarik, yang sering ia wawancarai untuk kepentingan menulis artikel pada surat kabarnya. Pendek kata, Linda memiliki kehidupan sosial yang cukup berkelas dan menyenangkan.
Linda tahu bahwa hidupnya dilimpahi banyak keberuntungan. Tetapi entah bagaimana, tiba-tiba dia memasuki masa dalam hidupnya, di mana ketika bangun pagi, begitu membuka mata menyambut hari baru, dia merasa ingin tidur lagi. Ia terkoyak antara ketakutan bahwa segala sesuatu akan berubah, sekaligus ketakutan yang sama besarnya tentang segala sesuatu akan terus sama, selama sisa hari-harinya. Linda merasa takut terhadap kehidupan, kematian, cinta, atau ketiadaan cinta, kenyataan bahwa semua hal baru dengan segera akan menjadi kebiasaan, perasaan bahwa ia menyia-nyiakan tahun-tahun terbaik hidupnya dalam pola yang akan berulang terus menerus sampai ia mati, dan kepanikan luar biasa ketika menghadapi yang tidak diketahui, tak peduli hal itu sangat menggairahkan dan penuh petualangan.
Linda merasa seolah berada di dalam perangkap, di mana ia tahu tetapi ia tidak bisa kabur. Hal itu membuatnya tidak ingin meninggalkan tempat tidur, merasa tugas-tugas paling remeh pun membutuhkan upaya sangat keras. Ia dihantui perasaan bersalah, karena ia merasa tidak punya alasan untuk merasa seperti itu, mengingat begitu banyak orang di muka bumi ini yang benar-benar menderita. Linda pun menjadi apatis dan kehilangan rasa tertarik pada segala hal.
Well, mungkin Linda adalah aku dan kamu, adalah kita semua. Iya ngga sih? Dalam satu poin dalam hidup kita, ketika tiba-tiba kita kehilangan ketertarikan terhadap segala hal yang ditawarkan oleh dunia ini. Ketika mendadadak kita merasa seperti tidak memiliki suatu harapan lagi, dan hanya tinggal memiliki ketakutan akan segala hal. Dengan kata lain, kita kehilangan apa yang sering kita sebut dengan passion, dan yang tersisa hanya ketakutan serta kerentanan, scary and damage, dark and twisty.
Apa yang dilakukan orang ketika dia mengalami ketersesatan semacam itu? Menurut buku ini, beberapa bunuh diri, yang lain bercerai meninggalkan pasangannya, sebagian lagi pergi ke wilayah-wilayah miskin di tempat-tempat yang jauh dan mencoba menyelamatkan dunia, dan sebagian lain (yang terbesar mungkin) adalah menekan perasaan-perasaannya sampai kanker atau penyakit lainnya menggerogoti dari dalam. Karena banyak penyakit (kalau tidak bisa dibilang semua) adalah akibat dari emosi-emosi yang ditekan.
Lalu apa dilakukan oleh Linda? Hmm, Linda tidak melarikan diri dalam obat-obatan psikiater seperti yang disarankan oleh teman-temannya, karena ia ingin menajamkan rasa, bukan malah menumpulkannya. Linda memiliki cukup keberanian (yang aku rasa tidak dimiliki oleh sebagian besar dari kita) untuk mencoba terjun ke dalam sebuah petualangan nekat yang penuh risiko sekaligus mendebarkan. Walaupun dalam kasus Linda, berkaitan erat dengan melakukan sesuatu yang melanggar peraturan dan tidak terhormat. Dalam pikiran Linda, dia berhak melanggar aturan setelah selama bertahun-tahun selalu menjadi perempuan, istri, dan ibu yang baik, ia selalu mengikuti apa yang seharusnya atau yang diinginkan oleh semua orang. Semakin melanggar aturan, semakin tidak diperbolehkan, semakin bergairah Linda melakukannya.
Konsekuensinya, Linda benar-benar meletakkan semua yang sudah dimilikinya dalam hidup—suami yang baik, anak-anak lucu, karir cemerlang, kehidupan yang sempurna—ke dalam meja taruhan. Dari tidak berani mengambil risiko (Linda bahkan selalu makan di tempat yang sama, memesan menu yang sama setiap waktu karena tidak mau mengambil risiko bahkan dalam hal sekecil itu) menjadi berani mengambil risiko yang sangat besar, bahkan terlalu besar.
Menariknya, buku ini sungguh sulit ditebak bagaimana penutupnya. Jadi kita harus membaca semua halaman sampai selesai, agar bisa memahami dinamika psikologis yang dialami oleh Linda. Kita bisa ikut merasakan proses yang dijalani oleh Linda, untuk mengetahui apa yang kemudian terjadi pada Linda. Bagaimana akhirnya, apa yang akan terjadi pada hidup Linda, benar-benar membuat penasaran. Hingga kita tidak bisa berhenti membaca sampai halaman halaman terakhir.
Selain dinamika psikologis Linda sebagai isu utama, buku ini juga diwarnai dengan banyak informasi detail tentang Kota Jenewa, gaya hidup orang Swiss, juga kehidupan seorang jurnalis. Namun aku masih bisa sangat merasakan kalau ini adalah buku tentang kehidupan, pemikiran, dan perasaan seorang perempuan yang ditulis oleh seorang laki-laki. Entah kenapa menurutku itu sangat terasa sekali. Aku akan memasukkan hal itu sebagai kekurangan buku ini, karena lumayan mengganggu bagiku, walaupun aku tetap sepakat Paulo Coelho adalah penulis keren yang tidak perlu diragukan lagi.
Kembali ke Linda, yes she’s indeed one hell of a lucky girl. Karena dia memiliki support system yang sangat kuat, yang bisa dia harapkan tetap ada untuknya, mendukung serta menyelamatkannya ketika harus melewati masa-masa sulit dalam dinamika kehidupan. Ia sangat beruntung karena sebagian besar dari kita tidak memilikinya, atau memiliki tapi tidak sekuat yang dimiliki oleh Linda. Sehingga ketika kita tersesat, tidak ada yang menarik tangan kita untuk kembali. Sehingga bukannya bisa menemukan diri kita kembali, tetapi malah semakin kehilangannya.
Penulis: Fitri Indra Harjanti, Gender specialist, fasilitator, dan konsultan freelance yang tinggal di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.






Tinggalkan komentar