Sejak Saat Itu

Aku berjalan sendiri ke arah gelap
Aku memeluk diri seakan tak ada hari esok
Kegembiraan itu terenggut dalam jiwa ini
Kau merusak segala yang aku pertaruhkan

Atas segala yang kita jalani
Atas segala yang kita yakini
Kenyataan tidak seindah yang berjalan
Kenyataan kau pergi meninggalkan

Sisa waktu yang kita habiskan
Sisa cerita yang tinggal setengah jalan
Harus kita ikhlaskan
Aku dan kamu sejak saat itu sudah tidak menjadi kita

Selamatkan Tubuhku

Sial

Kau telah menyentuhku
Kau nodai warna putih bajuku menjadi bercak merah
Kau hempaskan diriku pada hamparan menuju keterpurukan

Sial
Aku tak mampu berdiri sendirian
Aku berjalan dalam kesepian yang begitu memuakkan
Hingga uluran tangan itu menjangkauku setelah sekian bulan
Tubuhku
Selamatkan aku
Tubuhku
Mari berdiri untuk pulih
Mari kita memeluk diri dan menyelamatkan jiwa ini

Ragaku Miliknya

Kala itu aku tak berpikir panjang
Menjalani pekerjaan yang bukan keinginan
Kala itu aku tak sengaja bertanya soal pekerjaan
dan menerimanya begitu saja tanpa berpikir panjang

Ragaku terbawa alur yang tercipta
Kau ciptakan suasana, bahwa dirimu pelindung dan
Pembawa kesuksesan bagi setiap yang hadir

Jiwaku mengiyakan segala ucapan yang kau lontarkan
Tanpa aku sadar, racun-racun itu perlahan masuk ke tubuh tanpa permisi
Photo by Hebert Santos on Pexels.com

Ucapan, senyuman, sentuhan yang aku anggap adalah perlindungan
Ternyata adalah caramu memanfaatkan tubuhku
Memanfaatkan ketidaktahuanku
Memanfaatkan kelemahan dan ketidakkuasaanku atas tubuhku

Merayu dengan begitu mendayu-dayu
Padahal tertampang CCTV pada ruang kamar bersama istrimu

Seharusnya kamu malu
Seharusnya aku tak mau

Semua terjadi
Belum sampai lepas
Belum sampai nahas
Namun aku menahan napas
Mengingat hal pilu yang mengeras dalam ingatan

Aku tak hati-hati
Aku berdiri memandang kosong pada layar depan
Yang terjadi baru saja, adalah sadar keinginanku
Yang terjadi baru saja, adalah sadar atas dasar suka sama suka

Yang tak sadar adalah setelahnya
Setelahnya aku kaku

Setelahnya aku terbaring kebingungan, kedinginan, ketakutan
Pelukan, suara hangat, bisikan semangat, tak ada terdengar
Setelahnya aku menyadari
Tubuhku tak lagi perawan

Tubuhku
Sudah tak perawan
Kukatakan pada dia yang aku cinta
Kukatakan pada dia yang aku percaya
Jawabnya mengapa bisa dan mengapa tak kau hati-hati
Jawabnya sudahlah memang pantas kau tak perawan
Jawabnya terima lah itu salahmu
Kesalahanmu yang tak hati-hati

Kosong

Gadis cantik
Apa kabarmu

Aku terpana sekali lagi
Aku terjatuh dalam lubang yang sama sekali lagi
Tanpa aba-aba kehadiranmu membawaku kembali ke dunia
Membawaku kembali dalam hari-hari sunyi

Kekosongan yang aku rasakan
Ketakutan atas luka yang kau berikan
Ternyata hanya mampu disembuhkan oleh dirimu seorang

Ah, pengecut
Ah, gadis lemah

Ucapan itu muncul di pikiranku
Pikiran yang mengonstruksiku
Jangan diterima
Ucap sekitarku dan teman-temanku
Sekali lagi konstruksi lingkungan datang membingungkanku

Photo by Trevor Lawrence on Pexels.com

Tak Berdaya
Masih kuingat
Muka tanpa dosa yang kau layangkan di hadapanku
Muka tempias keinginan ketika melihat tubuhku

Masih kuingat
Paksaanmu yang membuatku tak berdaya
Paksaan yang kau anggap bisa membuat aku terpana

Kau salah
Aku memang benar salah
Kau pendusta
Pencari wanita untuk dirusak saja.

Intan Ratna Sari atau yang kerap dipanggil Intan merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia aktif dalam organisasi internal maupun eksternal kampus. Saat ini ia menjadi volunteer media sosial percaforwomen, dan sedang menggeluti bidang tulis menulis.

Satu tanggapan untuk “Sejak Saat Itu”

  1. Haii

    Aku sudah membaca tulisanmu sungguh karya sair yang cantik dengan pemilihan kata-kata yang bisa membuat pembaca merasakan gejolak dari tulisanmu, ku nantikan tulisanmu selanjutnya.intan.

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Tara Batalkan balasan

Sedang Tren